BERSAME.COM - Pendaftaran selesai. Ada yang mulus. Ada juga terganjal. Ada juga kena PHP. Kena prank. Bahkan, ada yang dipaksa tidak mendaftar. Apapun itu, KPUD sudah tutup pintu.
Sekarang, apa berikutnya yang panas? Sambil menikmati malam Minggu dengan kopi dari Ngabang, yok kita bahas cerita Pilkada yang akan membuat panas negeri ini.
Begitu semua kandidat selesai daftar ke KPUD, layaknya di film laga, muncul serangan-serangan yang penuh drama. Tapi jangan salah. Ini bukan adegan baku hantam ala Bruce Lee, melainkan serangan di dunia maya yang lebih licin dari belut. Media sosial jadi ajang perang. Akun-akun anonim jadi tentara bayaran. Mereka muncul dengan nama aneh dan foto profil yang gak jelas. Biasanya, foto profilnya berisi gambar kucing atau pemandangan matahari terbenam—tapi hati-hati, kucing ini lebih ganas dari harimau!
Tujuannya jelas: bikin pamor kandidat melorot bak layangan putus, biar orang-orang gak jadi nyoblos mereka, dan akhirnya... bablas kalah di pilkada! Akun-akun ini kayak murid setia Machiavelli, tokoh politik renaisans yang selalu berbisik, “Terserah caranya, yang penting menang!”
Machiavelli, si bapak strategi licik, pernah bilang dalam bukunya The Prince, “Politik bukanlah soal benar atau salah, tapi soal menang atau kalah.” Di era politik zaman now, strategi ini bener-bener diresapi oleh tim sukses. Mereka paham bahwa kadang, yang penting bukan seberapa bersih track record si kandidat, tapi seberapa lihai mereka bikin lawan terlihat lebih kotor!
Isu-isu yang diangkat, yah, masih itu-itu juga: dugaan korupsi, politik dinasti, dan gratifikasi yang gak kalah klise dari sinetron yang episodenya gak abis-abis. Yang paling kena imbas? Kandidat petahana, si juara bertahan yang selalu diserang dari segala arah. Mulai dari isu gratifikasi sampai fee proyek atau commitment fee, semuanya dibongkar habis.
Padahal, jujur aja, isu-isu begini udah basi. Rakyat udah pintar, dan kadang mereka juga gak peduli, karena, hey, yang penting esok hari masih bisa makan bakso di Megamall. Di lapangan, isu-isu beginian hampir tak terdengar. Justru yang sering saya bilang ayat suci Pilkada, "Buah sawit kayu ara, ada duit ada suara." Itu yang diamalkan kebanyakan orang.
Nah, kalau bicara soal kunci sukses di pilkada, Machiavelli pasti tepuk tangan kalau lihat sekarang: nama besar, popularitas tinggi, kekuatan finansial, dan tim sukses yang solid—itu semua kombinasi maut yang gak mungkin diabaikan. Tambahin lagi mesin partai yang berjalan kayak mesin diesel yang gak pernah mati. Dengan semua ini, kandidat yang punya segalanya ibarat sedang duduk di atas sofa nyaman, sambil seruput kopi nonton lawan-lawan mereka yang kelabakan menghadapi serangan.
Meski kayak film laga, ini bukan soal siapa yang punya jotosan paling keras, tapi siapa yang bisa bertahan sampai akhir. Dalam politik, seperti kata Machiavelli, "Yang terkuat bukan yang menang, tapi yang paling licik!"
Siapapun yang menang, semoga bisa bawa perubahan. Untuk para netizen pejuang akun anonim, ingatlah, apa yang kamu lakukan hari ini bisa jadi meme esok hari. Selamat bertarung di medan laga, eh, pilkada!
Penulis : Rosadi Jamani
0 Komentar